Cerita Dewasa - Peristiwa ini terjadi awal April 1990 yang lalu
pada waktu penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sedang mewabah. Nah,
waktu itu aku juga terkena penyakit DBD tersebut.
Pagi itu, setelah bangun tidur, aku merasa pusing sekali, suhu tubuh
tinggi dan pegal-pegal di sekujur tubuh. Padahal kemarin siangnya, aku
masih bisa mengemudikan mobilku seperti biasa, tanpa ada gangguan
apa-apa. Keesokan sorenya, karena kondisi tubuhku semakin memburuk,
akhirnya aku pergi ke Unit Gawat Darurat (UGD) sebuah rumah sakit
terkenal di Jakarta. Ketika aku periksa darah di laboratorium klinik di
rumah sakit tersebut, ternyata hasilnya trombosit-ku turun jauh menjadi
hampir separuh trombosit yang normal. Akhirnya karena aku tidak mau
menanggung resiko, sore itu juga aku terpaksa harus rawat inap alias
diopname di rumah sakit tersebut.
Aku memperoleh kamar di kelas satu. Itu pun satu-satunya kamar yang
masih tersedia di rumah sakit tersebut. Kamar-kamar lainnya sudah penuh
terisi pasien, yang sebagian besar di antaranya juga menderita DBD
sepertiku. Di kamar itu, ada dua tempat tidur, satu milikku dan satunya
lagi untuk seorang pasien lagi, tentu saja cowok juga dong. Kalau cewek
sih bakal jadi huru-hara tuh! Dari hasil ngobrol-ngobrol aku dengannya,
ketahuan bahwa dia sakit gejala tifus.
Akhirnya, aku menghabiskan malam itu berbaring di rumah sakit.
Perasaanku bosan sekali. Padahal aku baru beberapa jam saja di situ.
Tapi untung saja, teman sekamarku senang sekali mengobrol. Jadi tidak
terasa, tahu-tahu jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Di samping
mata sudah mengantuk, juga kami berdua ditegur oleh seorang suster dan
dinasehati supaya istirahat. Aku dan teman baruku itu tidur.
Saking nyenyaknya aku tidur, aku terkejut pada saat dibangunkan oleh
seorang suster. Gila! Suster yang satu ini cantik sekali, sekalipun
tubuhnya sedikit gempal tapi kencang. Aku tidak percaya kalau yang di
depanku itu suster. Aku langsung mengucek-ngucek mataku. Ih, benar! aku
tak bermimpi! aku sempat membaca name tag di dadanya yang sayangnya
tidak begitu membusung, namanya Vika (bukan nama sebenarnya).
Mas, sudah pagi. Sudah waktunya bangun, kata Suster Vika.Nggg dengan
sedikit rasa segan akhirnya aku bangun juga sekalipun mata masih terasa
berat.Sekarang sudah tiba saatnya mandi, Mas, kata Suster Vika lagi.Oh
ya. Suster, saya pinjam handuknya deh. Saya mau mandi di kamar
mandi.Lho, kan Mas sementara belum boleh bangun dulu dari tempat tidur
sama dokter.Jadi?Jadi Mas saya yang mandiin.Dimandiin? Wah, asyik juga
kayaknya sih. Terakhir aku dimandikan waktu aku masih kecil oleh mamaku.
Setelah menutup tirai putih yang mengelilingi tempat tidurku, Suster
Vika menyiapkan dua buah baskom plastik berisi air hangat. Kemudian ada
lagi gelas plastik berisi air hangat pula untuk gosok gigi dan sebuah
mangkok plastik kecil sebagai tempat pembuangannya. Pertama-tama kali,
suster yang cantik itu memintaku gosok gigi terlebih dahulu. Oke,
sekarang Mas buka kaosnya dan berbaring deh, kata Suster Vika lagi
sambil membantuku melepaskan kaos yang kupakai tanpa mengganggu selang
infus yang dihubungkan ke pergelangan tanganku. Lalu aku berbaring di
tempat tidur. Suster Vika menggelar selembar handuk di atas pahaku.
Cerita Dewasa Suster Ngentot Pasien
Cerita Hot Suster Ngentot Pasien
Cerita Panas Suster Ngentot Pasien
Dengan semacam sarung tangan yang terbuat dari bahan handuk, Suster Vika
mulai menyabuni tubuhku dengan sabun yang kubawa dari rumah. Ah, terasa
suatu perasaan aneh menjalari tubuhku saat tangannya yang lembut tengah
menyabuni dadaku. Ketika tangan Suster Vika mulai turun ke perutku, aku
merasakan gerakan di selangkanganku. Astaga! Ternyata batang kemaluanku
menegang! Aku sudah takut saja kalau-kalau Suster Vika melihat hal ini.
Uh, untung saja, tampaknya dia tidak mengetahuinya. Rupanya aku mulai
terangsang karena sapuan tangan Suster Vika yang masih menyabuni
perutku. Kemudian aku dimintanya berbalik badan, lalu Suster Vika mulai
menyabuni punggungku, membuat kemaluanku semakin mengeras. Akhirnya,
siksaan (atau kenikmatan) itu pun usai sudah. Suster Vika mengeringkan
tubuhku dengan handuk setelah sebelumnya membersihkan sabun yang
menyelimuti tubuhku itu dengan air hangat.
Nah, sekarang coba Mas buka celananya. Saya mau mandiin kaki Mas.Tapi,
Suster aku mencoba membantahnya.Celaka, pikirku.Kalau sampai celanaku
dibuka terus Suster Vika melihat tegangnya batang kemaluanku, mau
ditaruh di mana wajahku ini.Nggak apa-apa kok, Mas. Jangan malu-malu.
Saya sudah biasa mandiin pasien. Nggak laki-laki, nggak perempuan,
semuanya.
Akhirnya dengan ditutupi hanya selembar handuk di selangkanganku, aku
melepaskan celana pendek dan celana dalamku. Ini membuat batang
kemaluanku tampak semakin menonjol di balik handuk tersebut. Kacau, aku
melihat perubahan di wajah Suster Vika melihat tonjolan itu. Wajahku
jadi memerah dibuatnya. Suster Vika kelihatannya sejenak tertegun
menyaksikan ketegangan batang kemaluanku yang semakin lama semakin
parah. Aku menjadi bertambah salah tingkah, sampai Suster Vika kembali
akan menyabuni tubuhku bagian bawah.
Suster Vika menelusupkan tangannya yang memakai sarung tangan berlumuran
sabun ke balik handuk yang menutupi selangkanganku. Mula-mula ia
menyabuni bagian bawah perutku dan sekeliling kemaluanku. Tiba-tiba
tangannya dengan tidak sengaja menyenggol batang kemaluanku yang
langsung saja bertambah berdiri mengeras. Sekonyong-konyong tangan
Suster Vika memegang kemaluanku cukup kencang. Kulihat senyum penuh arti
di wajahnya.
Aku mulai menggerinjal-gerinjal saat Suster Vika mulai
menggesek-gesekkan tangannya yang halus naik turun di sekujur batang
kejantananku. Makin lama makin cepat. Sementara mataku membelalak
seperti kerasukan setan. Batang kemaluanku yang memang berukuran cukup
panjang dan cukup besar diameternya masih dipermainkan Suster Vika
dengan tangannya.
Akibat nafsu yang mulai menggerayangiku, tanganku menggapai-gapai ke
arah dada Suster Vika. Seperti mengetahui apa maksudku, Suster Vika
mendekatkan dadanya ke tanganku. Ouh, terasa nikmatnya tanganku
meremas-remas payudara Suster Vika yang lembut dan kenyal itu. Memang,
payudaranya berukuran kecil, kutaksir hanya 32. Tapi memang yang namanya
payudara wanita, bagaimanapun kecilnya, tetap membangkitkan nafsu
birahi siapa saja yang menjamahnya. Sementara itu Suster Vika dengan
tubuh yang sedikit bergetar karena remasan-remasan tanganku pada
payudaranya, masih asyik mengocok-ngocok kemaluanku. Sampai akhirnya aku
merasakan sudah hampir mencapai klimaks. Air maniku, kurasakan sudah
hampir tersembur keluar dari dalam kemaluanku. Tapi dengan sengaja,
Suster Vika menghentikan permainannya. Aku menarik nafas, sedikit
jengkel akibat klimaksku yang menjadi tertunda. Namun Suster Vika malah
tersenyum manis. Ini sedikit menghilangkan kedongkolanku itu.
Tahu-tahu, ditariknya handuk yang menutupi selangkanganku, membuat
batang kemaluanku yang sudah tinggi menjulang itu terpampang dengan
bebasnya tanpa ditutupi oleh selembar benang pun. Tak lama kemudian,
batang kemaluanku mulai dilahap oleh Suster Vika. Mulutnya yang mungil
itu seperti karet mampu mengulum hampir seluruh batang kemaluanku,
membuatku seakan-akan terlempar ke langit ketujuh merasakan kenikmatan
yang tiada taranya. Dengan ganasnya, mulut Suster Vika menyedoti
kemaluanku, seakan-akan ingin menelan habis seluruh isi kemaluanku
tersebut. Tubuhku terguncang-guncang dibuatnya. Dan suster nan rupawan
itu masih menyedot dan menghisap alat vitalku tersebut.
Belum puas di situ, Suster Vika mulai menaik-turunkan kepalanya, membuat
kemaluanku hampir keluar setengahnya dari dalam mulutnya, tetapi
kemudian masuk lagi. Begitu terus berulang-ulang dan bertambah cepat.
Gesekan-gesekan yang terjadi antara permukaan kemaluanku dengan dinding
mulut Suster Vika membuatku hampir mencapai klimaks untuk kedua kalinya.
Apalagi ditambah dengan permainan mulut Suster Vika yang semakin
bertambah ganasnya. Beberapa kali aku mendesah-desah. Namun sekali lagi,
Suster Vika berhenti lagi sambil tersenyum. Aku hanya keheranan,
menduga-duga, apa yang akan dilakukannya.
Aku terkejut ketika melihat Suster Vika sepertinya akan berjalan
menjauhi tempat tidurku. Tetapi seperti sedang menggoda, ia menoleh ke
arahku. Ia menarik ujung rok perawatnya ke atas lalu melepaskan celana
dalam krem yang dipakainya. Melihat kedua gumpalan pantatnya yang tidak
begitu besar namun membulat mulut dan kencang, membuatku menelan air
liur. Kemudian ia membalikkan tubuhnya menghadapku. Di bawah perutnya
yang kencang, tanpa lipatan-lipatan lemak sedikitpun, walaupun tubuhnya
agak gempal, kulihat liang kemaluannya yang masih sempit dikelilingi
bulu-bulu halus yang cukup lebat dan tampak menyegarkan.
Cerita Dewasa Suster Ngentot Pasien
Cerita Hot Suster Ngentot Pasien
Cerita Panas Suster Ngentot Pasien
Tidak kusangka-sangka, tiba-tiba Suster Vika naik ke atas tempat tidur
dan berjongkok mengangkangi selangkanganku. Lalu tangannya kembali
memegang batang kemaluanku dan membimbingnya ke arah liang kemaluannya.
Setelah merasa pas, ia menurunkan pantatnya, sehingga batang kemaluanku
amblas sampai pangkal ke dalam liang kemaluannya. Mula-mula sedikit
tersendat-sendat karena begitu sempitnya liang kenikmatan Suster Vika.
Tapi seiring dengan cairan bening yang semakin banyak membasahi dinding
lubang kemaluan tersebut, batang kemaluanku menjadi mudah masuk semua ke
dalamnya.
Tanganku mulai membuka kancing baju Suster Vika. Setelah kutanggalkan
bra yang dikenakannya, menyembullah keluar payudaranya yang kecil tapi
membulat itu dengan puting susunya yang cukup tinggi dan mengeras.
Dengan senangnya, aku meremas-remas payudaranya yang kenyal. Puting
susunya pun tak ketinggalan kujamah. Suster Vika menggerinjal-gerinjal
sebentar-sebentar ketika ibu jari dan jari telunjukku memuntir-muntir
serta mencubit-cubit puting susunya yang begitu menggiurkan.
Dibarengi dengan gerakan memutar, Suster Vika menaik-turunkan pantatnya
yang ramping itu di atas selangkanganku. Batang kemaluanku masuk keluar
dengan nikmatnya di dalam lubang kemaluannya yang berdenyut-denyut dan
bertambah basah itu. Batang kemaluanku dijepit oleh dinding kemaluan
Suster Vika yang terus membiarkan batang kemaluanku dengan tempo yang
semakin cepat menghujam ke dalamnya. Bertambah cepat bertambah nikmatnya
gesekan-gesekan yang terjadi. Akhirnya untuk ketiga kalinya aku sudah
menuju klimaks sebentar lagi. Aku sedikit khawatir kalau-kalau klimaksku
itu tertunda lagi.
Akan tetapi kali ini, kelihatannya Suster Vika tidak mau membuatku
kecewa. Begitu merasakan kemaluanku mulai berdenyut-denyut kencang,
secepat kilat ia melepaskan batang kemaluanku dari dalam lubang
kemaluannya dan pindah ke dalam mulutnya. Klimaksku bertambah cepat
datangnya karena kuluman-kuluman mulut sang suster cantik yang begitu
buasnya. Dan Crot crot crot beberapa kali air maniku muncrat di dalam
mulut Suster Vika dan sebagian melelehi buah zakarku. Seperti orang
kehausan, Suster Vika menelan hampir semua cairan kenikmatanku, lalu
menjilati sisanya yang belepotan di sekitar kemaluanku sampai bersih.
Tiba-tiba tirai tersibak. Aku dan Suster Vika menoleh kaget. Suster Mimi
yang tadi memandikan teman sekamarku masuk ke dalam. Ia sejenak melongo
melihat apa yang kami lakukan berdua. Namun sebentar kemudian tampaknya
ia menjadi maklum atas apa yang terjadi dan malah menghampiri tempat
tidurku. Dengan raut wajah memohon, ia memandangi Suster Vika. Suster
Vika paham apa niat Suster Mimi. Ia langsung meloncat turun dari atas
tempat tidur dan menutup tirai kembali.
Suster Mimi yang berwajah manis, meskipun tidak secantik Suster Vika,
sekarang gantian menjilati seluruh permukaan batang kemaluanku.
Kemudian, batang kemaluanku yang sudah mulai tegang kembali disergap
mulutnya. Untuk kedua kalinya, batang kemaluanku yang kelihatan
menantang setiap wanita yang melihatnya, menjadi korban lumatan. Kali
ini mulut Suster Mimi yang tak kalah ganasnya dengan Suster Vika, mulai
menyedot-nyedot kemaluanku. Sementara jari telunjuknya disodokkan satu
ruas ke dalam lubang anusku. Sedikit sakit memang, tapi aduhai
nikmatnya.
Merasa puas dengan lahapannya pada kemaluanku. Suster Mimi kembali
berdiri. Tangannya membukai satu-persatu kancing baju perawat yang
dikenakannya, sehingga ia tinggal memakai bra dan celana dalamnya. Aku
tidak menyangka, Suster Mimi yang bertubuh ramping itu memiliki payudara
yang jauh lebih besar daripada milik Suster Vika, sekitar 36 ukurannya.
Payudara yang sedemikian montoknya itu seakan-akan mau melompat keluar
dari dalam bra-nya yang bermodel konvensional itu. Sekalipun bukan
termasuk payudara terbesar yang pernah kulihat, tapi payudara Suster
Mimi itu menurutku termasuk payudara yang paling indah. Menyadari aku
yang terus melotot memandangi payudaranya, Suster Mimi membuka tali
pengikat bra-nya. Benar, payudaranya yang besar menjuntai montok di
dadanya yang putih dan mulus. Rasa-rasanya ingin aku menikmati payudara
itu.
Tetapi tampaknya keinginan itu tidak terkabul. Setelah melepas celana
dalamnya, seperti yang telah dilakukan oleh Suster Vika, Suster Mimi,
dengan telanjang bulat naik ke atas tempat tidurku lalu mengarahkan
batang kemaluanku ke liang kemaluannya yang sedikit lebih lebar dari
Suster Vika namun memiliki bulu-bulu yang tidak begitu lebat. Akhirnya
untuk kedua kalinya batang kemaluanku tenggelam ke dalam kemaluan
wanita. Memang, batang kemaluanku lebih leluasa memasuki liang kemaluan
Suster Mimi daripada kemaluan Suster Vika tadi. Seperti Suster Vika,
Suster Mimi juga mulai menaik-turunkan pantatnya dan membuat kemaluanku
sempat mencelat keluar dari dalam liang kemaluannya namun langsung
dimasukkannya lagi.
Tak tahan menganggur, mulut Suster Vika mulai merambah payudara rekan
kerjanya. Lidahnya yang menjulur-julur bagai lidah ular menjilati kedua
puting susu Suster Mimi yang walaupun tinggi mengeras tapi tidak
setinggi puting susunya sendiri. Aku melihat, Suster Mimi memejamkan
matanya, menikmati senggama yang serasa membawanya terbang ke
awang-awang. Ia sedang meresapi kenikmatan yang datang dari dua arah.
Dari bawah, dari kemaluannya yang terus-menerus masih dihujam batang
kemaluanku, dan dari bagian atas, dari payudaranya yang juga masih asyik
dilumat mulut temannya.
Tiba-tiba tirai tersibak lagi. Namun ketiga makhluk hidup yang sedang
terbawa nafsu birahi yang amat membulak-bulak tidak mengindahkannya.
Ternyata yang masuk adalah teman sekamarku dengan keadaan bugil. Karena
ia merasa terangsang juga, ia sepertinya melupakan gejala tifus yang
dideritanya. Setelah menutup tirai, ia menghampiri Suster Vika dari
belakang. Suster Vika sedikit terhenyak ke depan sewaktu kemaluannya
yang dari tadi terbuka lebar ditusuk batang kejantanan teman sekamarku
dari belakang, dan ia melepaskan mulutnya dari payudara Suster Mimi.
Kemudian dengan entengnya, sambil terus menyetubuhi Suster Vika, teman
sekamarku itu mengangkat tubuh suster bahenol itu ke luar tirai dan
pergi ke tempat tidurnya sendiri. Sejak saat itu aku tidak mengetahui
lagi apa yang terjadi antara dia dengan Suster Vika. Yang kudengar
hanyalah desahan-desahan dan suara nafas yang terengah-engah dari dua
insan berlainan jenis dari balik tirai, di sampingku sendiri masih
tenggelam dalam kenikmatan permainan seks-ku dengan Suster Mimi.
Batang kemaluanku masih menjelajahi dengan bebasnya di dalam lubang
kemaluan Suster Mimi yang semakin cepat memutar-mutar dan
menggerak-gerakan pantatnya ke atas dan ke bawah. Tak lama kemudian,
kami berdua mengejang.Suster Saya mau keluar kataku terengah-engah.Ah
Keluarin di dalam saja Mas jawab Suster Mimi.Akhirnya dengan gerinjalan
keras, air maniku berpadu dengan cairan kenikmatan Suster Mimi di dalam
lubang kemaluannya. Saking lelahnya, Suster Mimi jatuh terduduk di atas
selangkanganku dengan batang kemaluanku masih menancap di dalam lubang
kemaluannya. Kami sama-sama tertawa puas.
Sementara dari balik tirai masih terdengar suara kenikmatan sepasang
makhluk yang tengah asyik-asyiknya memadu kasih tanpa mempedulikan
sekelilingnya.
Tepat seminggu kemudian, aku sudah dinyatakan sembuh dari DBD yang
kuderita dan diperbolehkan pulang. Ini membuatku menyesal, merasa akan
kehilangan dua orang suster yang telah memberikan kenikmatan tiada
tandingannya kepadaku beberapa kali.
Hari ini aku sedang sendirian di rumah dan sedang asyik membaca majalah
Gatra yang baru aku beli di tukang majalah dekat rumah.Ting tong Bel
pintu rumahku dipencet orang.Aku membuka pintu. Astaga! Ternyata yang
ada di balik pintu adalah dua orang gadis rupawan yang selama ini aku
idam-idamkan, Suster Vika dan Suster Mimi. Kedua makhluk cantik ini
sama-sama mengenakan kaos oblong, membuat lekuk-lekuk tubuh mereka
berdua yang memang indah menjadi bertambah molek lagi dengan payudara
mereka yang meskipun beda ukurannya, namun sama-sama membulat dan
kencang. Sementara Suster Vika dengan celana jeansnya yang ketat,
membuat pantatnya yang montok semakin menggairahkan, di samping Suster
Mimi yang mengenakan rok mini beberapa sentimeter di atas lutut sehingga
memamerkan pahanya yang putih dan mulus tanpa noda. Kedua-duanya
menjadi pemandangan sedap yang tentu saja menjadi pelepas kerinduanku.
Tanpa mau membuang waktu, kuajak mereka berdua ke kamar tidurku. Dan
seperti sudah kuduga, tanpa basa basi mereka mau dan mengikutiku. Dan
tentu saja, para pembaca semua pasti sudah tahu, apa yang akan terjadi
kemudian dengan kami bertiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar